Breaking News

Debt Collector Rampas Mobil Warga Bulukumba di Jalan Perintis Makassar



Sidik Kasus- Makassar - Sulsel - Aksi perampasan kendaraan oleh oknum debt collector kembali terjadi. Kali ini, insiden menimpa seorang warga Bulukumba berinisial R, yang menjadi korban dugaan perampasan mobil di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, Sabtu malam (21/6/2024) sekitar pukul 18.00 WITA.

Mobil Toyota Avanza bernomor polisi DD 1183 LB yang dikemudikan korban dihentikan secara paksa oleh sejumlah pria yang mengaku sebagai pihak ketiga dari perusahaan pembiayaan PT Nusa Surya CIP. Ironisnya, aksi ini dilakukan tanpa menunjukkan surat tugas resmi ataupun dokumen hukum yang sah.

Korban mengungkapkan, saat itu dirinya tengah mengantar penumpang ke kawasan Tallasa City dan bermaksud kembali ke Bulukumba. Namun secara tiba-tiba, mobilnya dihentikan dan dirinya dipaksa turun.

“Mereka sodorkan kertas tertutup, minta tanda tangan. Saya dipaksa turun, penumpang saya juga. Mobil langsung dibawa, dompet dan STNK saya masih di dalam,” ujar korban saat ditemui.

Korban menuturkan bahwa dirinya tidak menolak membayar tunggakan angsuran. Ia bahkan telah mencoba membayar dua bulan cicilan melalui gerai ritel, namun sistem menolak karena nomor kontraknya telah diblokir. Pihak leasing justru meminta pelunasan empat bulan sekaligus berikut biaya penarikan, yang disebut sebagai “kebijakan pusat”.

Penarikan Paksa Melanggar Hukum
Aksi penarikan kendaraan di jalan tanpa prosedur hukum yang sah jelas melanggar ketentuan perundang-undangan. Sejumlah dasar hukum yang dilanggar dalam peristiwa ini antara lain:

1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 Eksekusi jaminan fidusia tidak dapat dilakukan sepihak tanpa persetujuan debitur. Jika terdapat penolakan, proses harus melalui pengadilan.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2021
Penarikan kendaraan wajib dilakukan secara manusiawi, tanpa kekerasan, dan hanya oleh penagih bersertifikat.

3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 18 Ayat (1) menyatakan bahwa pemaksaan menandatangani dokumen tanpa penjelasan yang jelas merupakan praktik yang dilarang dan batal demi hukum.

4. POJK No. 35/POJK.05/2018

Pasal 50 Ayat (1): Penagihan hanya boleh dilakukan oleh tenaga bersertifikat.

Ayat (2): Penagihan dilarang melanggar hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Ayat (3): Perusahaan pembiayaan bertanggung jawab atas seluruh tindakan debt collector.

Selain aspek administratif, kejadian ini berpotensi masuk dalam ranah pidana:

-Pasal 368 KUHP: Dugaan perampasan.
-Pasal 335 dan 378 KUHP: Pemaksaan dan penipuan.
-Pasal 1365 KUHPerdata: Perbuatan melawan hukum.

Korban menyebut mengalami kerugian materiil dan non-materiil. Ia kehilangan muatan yang hendak dikirim, dompet,dan STNK mobil dan seluruh langsung mereka bawa kabur korban  syok serta mengalami tekanan psikologis akibat insiden ini.

“Saya dipermalukan di depan penumpang, tidak bisa kerja, dan nama baik saya rusak. Saya dipaksa tanda tangan surat yang saya sendiri tidak tahu isinya,” tambahnya.

Saat dikonfirmasi, pihak PT Nusa Surya CIP menyatakan kendaraan bisa diambil kembali setelah pelunasan penuh ditambah biaya penarikan. Namun, mereka tidak menjelaskan secara gamblang atau detail mekanisme penarikan yang dilakukan di lapangan.

Ketua Aliansi Mafia Hukum, Andi Baso Mappangara, SH, mengecam keras insiden tersebut dan meminta aparat penegak hukum serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera turun tangan.

“Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi sudah masuk kategori pidana perampasan sesuai Pasal 368 KUHP. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.

Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap praktik leasing dan keberadaan debt collector ilegal yang kerap bertindak brutal dan tidak sesuai hukum.
© Copyright 2022 - sidikkasus.com